Entri Populer

Minggu, 24 Juni 2012

Ketika Wanita Cantik Menggoda Ku?



Pernah seorang wanita cantik tinggal di Makkah. Ia sudah bersuami. Suatu hari ia bercermin dan menatap wajahnya sambil bertanya kepada suaminya,”Apakah menurutmu ada seorang lelaki yang melihat wajah ini dan tidak tergoda?” Sang suami menjawab, “Ada.” Si istri bertanya lagi, “Siapa dia?” Suami menjawab, “Ubaid bin Umair”. Si istri menjawab, “Izinkan aku untuk menggodanya.” “Aku sejak tadi sudah mengizinkanmu.” Jawabnya.


Lalu sang wanita mendatangi Ubaid seperti layaknya seorang yang meminta fatwa. Ia berduaan dengan beliau di ujung Masjidil Haram dan menyingkapkan wajahnya yang bagaikan kilauan cahaya rembulan. Maka Ubaid berujar kepadanya, “Wahai budak Allah, tutuplah wajahmu.” Wanita itu menjawab, “Aku sudah tergoda denganmu.” Beliau menanggapi, “Baik, saya akan bertanya kepadamu tentang satu hal, apabila engkau menjawabnya dengan jujur, aku akan perhatikan keinginanmu.” Si wanita berujar, “Saya akan menjawab setiap pertanyaanmu dengan jujur.”

Beliau bertanya, “Seandainya sekarang ini malaikat maut datang kepadamu untuk mencabut nyawamu, apakah engkau suka kupenuhi keinginanmu?” Si wanita menjawab, “Tentu tidak.” Beliau berujar, “Bagus, engkau telah menjawabnya dengan jujur.”

Beliau bertanya lagi, “Seandainya engkau telah masuk kubur dan bersiap-siap untuk ditanya, apakah engkau suka kupenuhi keinginanmu?” Si wanita menjawab, “Tentu tidak.” Beliau berujar, “Bagus, engkau telah menjawabnya dengan jujur.”

Beliau bertanya lagi, “Seandainya manusia sedang menerima catatan amal perbuatan mereka, lalu engkau tidak tahu apakah akan menerimanya dengan tangan kanan atau tangan kiri, apakah engkau suka kupenuhi keinginanmu?” Si wanita menjawab, “Tentu tidak.” Beliau berujar, “Bagus, engkau telah menjawabnya dengan jujur.”

Beliau bertanya lagi, “Seandainya engkau sedang akan melewati jembatan as-Shirath, sementara engkau tidak mengetahui akan selamat atau tidak, apakah engkau suka kupenuhi keinginanmu?” Si wanita menjawab, “Tentu tidak.” Beliau berujar, “Bagus, engkau telah menjawabnya dengan jujur.”

Beliau bertanya lagi, “Seandainya telah didatangkan neraca keadilan, sementara engkau tidak mengetahui apakah timbangan amal baikmu akan ringan atau berat, apakah engkau suka kupenuhi keinginanmu?” Si wanita menjawab, “Tentu tidak.” Beliau berujar, “Bagus, engkau telah menjawabnya dengan jujur.”

Beliau bertanya lagi, “Seandainya engkau sedang berdiri dihadapan Allah untuk ditanya, apakah engkau suka kupenuhi keinginanmu?” Si wanita menjawab, “Tentu tidak.” Beliau berujar, “Bagus, engkau telah menjawabnya dengan jujur.”
Lalu beliau berujar, “Bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah telah member karuniaNya kepadamu dan telah berbuat baik kepadamu.”

Maka wanita itupun pulang ke rumahnya menemui suaminya. Suami bertanya, “Apa yang telah engkau perbuat?” Si istri menjawab, “Sungguh engkau ini pengangguran kurang ibadah dan kita ini semuanya pengangguran.” Setelah itu si istri itu menjadi giat sekali melaksanakan shalat, puasa, dan ibadah-ibadah lain. Konon si suami sampai berkata, “Apa yang terjadi antara aku dan Ubaid? Ia telah merubah istriku. Dahulu setiap malam bagi kami bagaikan malam pengantin, sekarang ia telah merubahnya menjadi seperti pendeta (ahli ibadah)”.  (Diceritakan olehi Abul Faraj dan Ibnul Faraj dan yang lainnya)

(Dari kitab Aina Nahnu Min Akhlaq as-Salaf, Abdul Aziz bin Nashir al-Julayyil & Baha”udin bin Fatih Uqail, terjemahan Darul Haq “Meneladani Akhlak Generasi Terbaik” hal. 173-175 dari Raudhah al-Muhibbin wa Nuzhah al-Musytaqin, Ibnul Qayyim, hal. 340)

Ibuku Bermata Satu (Kisah Nyata)



Suatu hari, Ibu membuatkan pesanan katering untuk guru-guruku di sekolah. Tentu saja ia datang menemuiku tepat saat aku sedang bermain dengan teman-teman. Ini akan jadi cerita biasa jika Ibuku normal. Sayangnya tidak, Ibuku bermata satu. Artinya, Ibuku tidak normal. Sejak saat itu, teman-teman pun mulai mengejek Ibu. Dan aku, bukannya membela Ibu, aku malah marah-marah.

“Ma...kenapa engkau hanya memiliki satu mata?! Kalau engkau hanya ingin aku menjadi bahan ejekan orang-orang , kenapa engkau tidak segera mati saja?!” Begitulah, kekesalanku pada Ibu meluap-luap, sampai-sampai aku berharap Ibuku segera lenyap dari muka bumi. Saat itu entah mengapa Ibu tidak menanggapi kemarahanku. Ia hanya diam. Aku merasa tidak enak, namun di saat yang sama, aku merasa harus mengatakan apa yang ingin aku katakan selama ini. Mungkin ini karena Ibu tidak pernah menghukumku, akan tetapi aku tidak berpikir kalau aku telah sangat melukai perasaannya.

Semenjak saat itu aku bertekad untuk segera lepas dari Ibu. Menjadi orang dewasa dan sukses. Untuk itu aku belajar dengan sangat keras. Yah, akhirnya aku berhasil meninggalkan Ibu. Aku lulus beasiswa di luar negeri.

Aku sukses dalam banyak hal, kuliahku lancar, bahkan setelah lulus aku menikah, punya rumah dan anak-anak yang lucu. Aku menyukai tempat tinggal ini karena tempat ini dapat membantuku melupakan ibu. Kebahagiaan ini bertambah besar dan besar, sampai suatu ketika Ibuku berdiri tepat di halaman rumahku, masih dengan mata satunya. Aku merasa seolah-olah langit runtuh menimpaku. Bahkan anak-anakku lari ketakutan melihat ibuku yang bermata satu.

“Berani sekali kamu datang ke rumahku dan menakut-nakuti anak-anakku! Keluar dari sini! Sekarang juga!” Aku memaki Ibu seolah-olah aku tak mengenalnya. Ibuku hanya menjawab dengan suara lirih.

“Oh, maafkan aku. Aku mungkin salah alamat?” Kemudian Ibu berlalu dan hilang dari pandanganku.
Entah mengapa saat itu aku merasa lega karena ia tak mengenaliku dan memilih pergi daripada meyakinkan aku bahwa ia adalah Ibuku. Kukatakan pada diriku kalau aku tidak akan khawatir, aku tidak akan memikirkannya lagi.

Beberapa hari kemudian, sebuah undangan untuk menghadiri reuni sekolah dikirim ke alamat rumahku. Dan untuk bisa pergi ke sana, aku pun berbohong pada istriku bahwa aku pergi untuk urusan kantor.

Setelah reuni sekolah usai, naluriku membawa langkah kakiku ke sebuah gubuk tua di depan sekolah. Ya, itu rumahku. Tetanggaku berkata bahwa ibuku telah meninggal dunia. Aku tidak meneteskan air mata sedikitpun saat itu. Lalu kulihat Ibu tergeletak di lantai tanah yang dingin sambil menggenggam selembar kertas. Sebuah surat untukku.

“Anakku... Aku rasa hidupku cukup sudah kini. Dan... aku tidak akan pergi mengunjungimu lagi... Tapi apakah terlalu berlebihan bila aku mengharapkan engkau yang datang mengunjungiku sekali-kali? Aku sungguh sangat merindukanmu... Dan aku sangat gembira ketika kudengar bahwa engkau datang pada reuni sekolah. Tapi aku memutuskan untuk tidak pergi ke sekolah. Demi engkau... Dan aku sangat menyesal karena aku hanya memiliki satu mata. Aku telah sangat memalukan dirimu. Kau tahu, ketika engkau masih kecil, engkau mengalami sebuah kecelakaan, dan kehilangan salah satu matamu. Sebagai seorang ibu, aku tidak bisa tinggal diam melihat engkau akan tumbuh besar dengan hanya memiliki satu mata. Jadi kuberikan salah satu mataku untukmu... Aku sangat bangga akan dirimu yang telah dapat melihat sebuah dunia yang baru untukku, di tempatku, dengan mata tersebut. Aku tidak pernah marah dengan apa yang pernah kau lakukan.”

Belum habis kubaca surat dari Ibu, tenggorokanku tercekat, pikiranku berkecamuk. Jadi, selama ini Ibu yang kubenci adalah penyelamatku? Ibu yang bahkan tak kuanggap adalah orang yang matanya didonorkan untukku?

Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. (Israa': 23)
Rasulullah menyampaikan sabda keutamaan seorang ibu. Bahz bin Hakim meriwayatkan bahwa seorang laki-laki datang menemui Rasulullah SAW. Lelaki itu bertanya, "Siapakan yang harus saya taati?" Rasulullah SAW menjawab, "Ibumu." Dia bertanya lagi, "Kemudian siapa lagi?" Rasulullah SAW menjawab, "Ibumu." Dia bertanya lagi, "Kemudian siapa lagi?" Rasulullah SAW masih menjawab, "Ibumu." Dia bertanya lagi, "Kemudian siapa lagi?" Rasulullah SAW menjawab, "Ayahmu, kemudian kerabat terdekat yang disusul kerabat yang lain." 

 Kalo mau yang lebih sedih liat ceritanya langsung di: http://www.youtube.com/watch?v=_IX6hxwQTiw

Sok Ide, Ilmu Kebal Berujung Maut


Beberapa minggu yang lalu, aku baca sebuah artikel menarik yang berjudul, "Dua Pesilat Tewas Setelah Gagal Uji Kebal Digilas Mobil." Tempat kejadian di terminal bus antar kota Noelbaki, Kabupaten Kupang, NTT. 


Setelah beberapa lama mempelajari ilmu kebal, 3 orang asisten pelatih di sebuah perguruan bernama Kera Sakti ini ingin menjajal tubuh kuat mereka untuk menghadapi ujian kenaikan tingkat. Yaitu dengan 1) mengonsumsi racun tikus, 2) digilas sepeda motor, dan terakhir 3) dilindasl mobil pic up. 

Penonton mengerumun diwaktu siang yang panas. Semua tegang melihat adegan uji kebal ini. Ketiganya telah terlihat siap mengonsumsi racun tikus. Dan ketika di makan oleh mereka, mata-mata penonton terperanga. Seakan memperhatikan siapa yang akan lunglai dan jatuh ke bawah duluan. Setelah beberapa detik berganti menit, mereka berhasil berdiri tegak tanpa ada yang kesakitan.

Adegan kedua. Penonton dikagetkan dengan sepeda motor yang berbunyi ditengah jalan. Dan 3 pesilat tangguh ini berbaring di aspal seakan mayat yang tersusun. Lalu tiba-tiba motor melaju semakin kencang. Semua menghela napas dan melotot. Sambil menelan ludah mereka melihat ketiganya dilindas tanpa kasihan oleh seorang temannya dari perguruan yang sama. Berulang kali dilindas, sehingga terlihat jari-jemari penontot menutup mata-mata mereka karena saking ngerinya adegan itu.

Ajaibnya, mereka bangun dengan sangat lugas dan tidak menunjukkan ada luka dan lecet sama sekalli. Lagi-lagi penonton dibuat kagum olehnya. Sebagaimana penuturan dari Alberto Amaral, salah satu anggota perguruan, “Tiga anggota perguruan tidur di aspal dan beberapa kendaraan roda dua menggilas tubuh mereka berulang kali. Aksi ini pun sukses karena ketiga anggota perguruan tersebut tidak mengalami luka lecet maupun luka serius.” 

Penonton semaikin optimis akan keberlangsungan aksi mereka. Dan yang terakhir ini para penonton diminta menaiki mobil pic up beramai-ramai. Lagi-lagi menurut Alberto Amaral, ketiga anggota tersebut dia rasa ilmu kekebalan tubuh mereka mampu menahan kendaraan roda empat, sehingga ketiganya ingin tubuh kuatnya ditidurkan diaspal dan digilas sebuah kendaraan pick up bermuatan puluhan orang. Ketiga asisten pelatih tersebut bernama Ebiridio Sarmento, Elder Cruz, dan Abilio Fretes.

Para korban tidur dengan posisi telentang seolah gagah dan percaya diri bahwa mereka bisa melewati ujian terakhir ini. Semua penonton terbengong, ada yang mengupil, meludah, dan ada yang menatap wajah-wajah sakti pendekar ini dengan optimis bercampur cemas. Semua orang seakan yakin akan keberhasilan para pendekar 'dukun' ini. Saat kendaraan melintasi tubuh mereka, ketiga korban sempat berteriak histeris.

Ketika pertunjukan selesai, tubuh ketiga anggota perguruan tersebut dalam keadaan remuk. Ketiga korban dalam kondisi kritis dengan kepala, perut, dan dada dalam keadaan remuk. Sebagian tulang mereka patah karena menahan beban yang mencapai puluhan ton. Satu korban yakni Ebiridio Sarmento tewas di tempat. Sedangkan Elder Cruz meninggal beberapa saat setelah dilarikan ke RSUD WZ Yohanes Kupang. Korban lainnya, Abilio Fretes masih kritis dan sementara menjalani perawatan di rumah sakit.

Semoga bisa diambil pelajarannya.