Entri Populer

Minggu, 24 Juni 2012

Ketika Wanita Cantik Menggoda Ku?



Pernah seorang wanita cantik tinggal di Makkah. Ia sudah bersuami. Suatu hari ia bercermin dan menatap wajahnya sambil bertanya kepada suaminya,”Apakah menurutmu ada seorang lelaki yang melihat wajah ini dan tidak tergoda?” Sang suami menjawab, “Ada.” Si istri bertanya lagi, “Siapa dia?” Suami menjawab, “Ubaid bin Umair”. Si istri menjawab, “Izinkan aku untuk menggodanya.” “Aku sejak tadi sudah mengizinkanmu.” Jawabnya.


Lalu sang wanita mendatangi Ubaid seperti layaknya seorang yang meminta fatwa. Ia berduaan dengan beliau di ujung Masjidil Haram dan menyingkapkan wajahnya yang bagaikan kilauan cahaya rembulan. Maka Ubaid berujar kepadanya, “Wahai budak Allah, tutuplah wajahmu.” Wanita itu menjawab, “Aku sudah tergoda denganmu.” Beliau menanggapi, “Baik, saya akan bertanya kepadamu tentang satu hal, apabila engkau menjawabnya dengan jujur, aku akan perhatikan keinginanmu.” Si wanita berujar, “Saya akan menjawab setiap pertanyaanmu dengan jujur.”

Beliau bertanya, “Seandainya sekarang ini malaikat maut datang kepadamu untuk mencabut nyawamu, apakah engkau suka kupenuhi keinginanmu?” Si wanita menjawab, “Tentu tidak.” Beliau berujar, “Bagus, engkau telah menjawabnya dengan jujur.”

Beliau bertanya lagi, “Seandainya engkau telah masuk kubur dan bersiap-siap untuk ditanya, apakah engkau suka kupenuhi keinginanmu?” Si wanita menjawab, “Tentu tidak.” Beliau berujar, “Bagus, engkau telah menjawabnya dengan jujur.”

Beliau bertanya lagi, “Seandainya manusia sedang menerima catatan amal perbuatan mereka, lalu engkau tidak tahu apakah akan menerimanya dengan tangan kanan atau tangan kiri, apakah engkau suka kupenuhi keinginanmu?” Si wanita menjawab, “Tentu tidak.” Beliau berujar, “Bagus, engkau telah menjawabnya dengan jujur.”

Beliau bertanya lagi, “Seandainya engkau sedang akan melewati jembatan as-Shirath, sementara engkau tidak mengetahui akan selamat atau tidak, apakah engkau suka kupenuhi keinginanmu?” Si wanita menjawab, “Tentu tidak.” Beliau berujar, “Bagus, engkau telah menjawabnya dengan jujur.”

Beliau bertanya lagi, “Seandainya telah didatangkan neraca keadilan, sementara engkau tidak mengetahui apakah timbangan amal baikmu akan ringan atau berat, apakah engkau suka kupenuhi keinginanmu?” Si wanita menjawab, “Tentu tidak.” Beliau berujar, “Bagus, engkau telah menjawabnya dengan jujur.”

Beliau bertanya lagi, “Seandainya engkau sedang berdiri dihadapan Allah untuk ditanya, apakah engkau suka kupenuhi keinginanmu?” Si wanita menjawab, “Tentu tidak.” Beliau berujar, “Bagus, engkau telah menjawabnya dengan jujur.”
Lalu beliau berujar, “Bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah telah member karuniaNya kepadamu dan telah berbuat baik kepadamu.”

Maka wanita itupun pulang ke rumahnya menemui suaminya. Suami bertanya, “Apa yang telah engkau perbuat?” Si istri menjawab, “Sungguh engkau ini pengangguran kurang ibadah dan kita ini semuanya pengangguran.” Setelah itu si istri itu menjadi giat sekali melaksanakan shalat, puasa, dan ibadah-ibadah lain. Konon si suami sampai berkata, “Apa yang terjadi antara aku dan Ubaid? Ia telah merubah istriku. Dahulu setiap malam bagi kami bagaikan malam pengantin, sekarang ia telah merubahnya menjadi seperti pendeta (ahli ibadah)”.  (Diceritakan olehi Abul Faraj dan Ibnul Faraj dan yang lainnya)

(Dari kitab Aina Nahnu Min Akhlaq as-Salaf, Abdul Aziz bin Nashir al-Julayyil & Baha”udin bin Fatih Uqail, terjemahan Darul Haq “Meneladani Akhlak Generasi Terbaik” hal. 173-175 dari Raudhah al-Muhibbin wa Nuzhah al-Musytaqin, Ibnul Qayyim, hal. 340)

Ibuku Bermata Satu (Kisah Nyata)



Suatu hari, Ibu membuatkan pesanan katering untuk guru-guruku di sekolah. Tentu saja ia datang menemuiku tepat saat aku sedang bermain dengan teman-teman. Ini akan jadi cerita biasa jika Ibuku normal. Sayangnya tidak, Ibuku bermata satu. Artinya, Ibuku tidak normal. Sejak saat itu, teman-teman pun mulai mengejek Ibu. Dan aku, bukannya membela Ibu, aku malah marah-marah.

“Ma...kenapa engkau hanya memiliki satu mata?! Kalau engkau hanya ingin aku menjadi bahan ejekan orang-orang , kenapa engkau tidak segera mati saja?!” Begitulah, kekesalanku pada Ibu meluap-luap, sampai-sampai aku berharap Ibuku segera lenyap dari muka bumi. Saat itu entah mengapa Ibu tidak menanggapi kemarahanku. Ia hanya diam. Aku merasa tidak enak, namun di saat yang sama, aku merasa harus mengatakan apa yang ingin aku katakan selama ini. Mungkin ini karena Ibu tidak pernah menghukumku, akan tetapi aku tidak berpikir kalau aku telah sangat melukai perasaannya.

Semenjak saat itu aku bertekad untuk segera lepas dari Ibu. Menjadi orang dewasa dan sukses. Untuk itu aku belajar dengan sangat keras. Yah, akhirnya aku berhasil meninggalkan Ibu. Aku lulus beasiswa di luar negeri.

Aku sukses dalam banyak hal, kuliahku lancar, bahkan setelah lulus aku menikah, punya rumah dan anak-anak yang lucu. Aku menyukai tempat tinggal ini karena tempat ini dapat membantuku melupakan ibu. Kebahagiaan ini bertambah besar dan besar, sampai suatu ketika Ibuku berdiri tepat di halaman rumahku, masih dengan mata satunya. Aku merasa seolah-olah langit runtuh menimpaku. Bahkan anak-anakku lari ketakutan melihat ibuku yang bermata satu.

“Berani sekali kamu datang ke rumahku dan menakut-nakuti anak-anakku! Keluar dari sini! Sekarang juga!” Aku memaki Ibu seolah-olah aku tak mengenalnya. Ibuku hanya menjawab dengan suara lirih.

“Oh, maafkan aku. Aku mungkin salah alamat?” Kemudian Ibu berlalu dan hilang dari pandanganku.
Entah mengapa saat itu aku merasa lega karena ia tak mengenaliku dan memilih pergi daripada meyakinkan aku bahwa ia adalah Ibuku. Kukatakan pada diriku kalau aku tidak akan khawatir, aku tidak akan memikirkannya lagi.

Beberapa hari kemudian, sebuah undangan untuk menghadiri reuni sekolah dikirim ke alamat rumahku. Dan untuk bisa pergi ke sana, aku pun berbohong pada istriku bahwa aku pergi untuk urusan kantor.

Setelah reuni sekolah usai, naluriku membawa langkah kakiku ke sebuah gubuk tua di depan sekolah. Ya, itu rumahku. Tetanggaku berkata bahwa ibuku telah meninggal dunia. Aku tidak meneteskan air mata sedikitpun saat itu. Lalu kulihat Ibu tergeletak di lantai tanah yang dingin sambil menggenggam selembar kertas. Sebuah surat untukku.

“Anakku... Aku rasa hidupku cukup sudah kini. Dan... aku tidak akan pergi mengunjungimu lagi... Tapi apakah terlalu berlebihan bila aku mengharapkan engkau yang datang mengunjungiku sekali-kali? Aku sungguh sangat merindukanmu... Dan aku sangat gembira ketika kudengar bahwa engkau datang pada reuni sekolah. Tapi aku memutuskan untuk tidak pergi ke sekolah. Demi engkau... Dan aku sangat menyesal karena aku hanya memiliki satu mata. Aku telah sangat memalukan dirimu. Kau tahu, ketika engkau masih kecil, engkau mengalami sebuah kecelakaan, dan kehilangan salah satu matamu. Sebagai seorang ibu, aku tidak bisa tinggal diam melihat engkau akan tumbuh besar dengan hanya memiliki satu mata. Jadi kuberikan salah satu mataku untukmu... Aku sangat bangga akan dirimu yang telah dapat melihat sebuah dunia yang baru untukku, di tempatku, dengan mata tersebut. Aku tidak pernah marah dengan apa yang pernah kau lakukan.”

Belum habis kubaca surat dari Ibu, tenggorokanku tercekat, pikiranku berkecamuk. Jadi, selama ini Ibu yang kubenci adalah penyelamatku? Ibu yang bahkan tak kuanggap adalah orang yang matanya didonorkan untukku?

Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. (Israa': 23)
Rasulullah menyampaikan sabda keutamaan seorang ibu. Bahz bin Hakim meriwayatkan bahwa seorang laki-laki datang menemui Rasulullah SAW. Lelaki itu bertanya, "Siapakan yang harus saya taati?" Rasulullah SAW menjawab, "Ibumu." Dia bertanya lagi, "Kemudian siapa lagi?" Rasulullah SAW menjawab, "Ibumu." Dia bertanya lagi, "Kemudian siapa lagi?" Rasulullah SAW masih menjawab, "Ibumu." Dia bertanya lagi, "Kemudian siapa lagi?" Rasulullah SAW menjawab, "Ayahmu, kemudian kerabat terdekat yang disusul kerabat yang lain." 

 Kalo mau yang lebih sedih liat ceritanya langsung di: http://www.youtube.com/watch?v=_IX6hxwQTiw

Sok Ide, Ilmu Kebal Berujung Maut


Beberapa minggu yang lalu, aku baca sebuah artikel menarik yang berjudul, "Dua Pesilat Tewas Setelah Gagal Uji Kebal Digilas Mobil." Tempat kejadian di terminal bus antar kota Noelbaki, Kabupaten Kupang, NTT. 


Setelah beberapa lama mempelajari ilmu kebal, 3 orang asisten pelatih di sebuah perguruan bernama Kera Sakti ini ingin menjajal tubuh kuat mereka untuk menghadapi ujian kenaikan tingkat. Yaitu dengan 1) mengonsumsi racun tikus, 2) digilas sepeda motor, dan terakhir 3) dilindasl mobil pic up. 

Penonton mengerumun diwaktu siang yang panas. Semua tegang melihat adegan uji kebal ini. Ketiganya telah terlihat siap mengonsumsi racun tikus. Dan ketika di makan oleh mereka, mata-mata penonton terperanga. Seakan memperhatikan siapa yang akan lunglai dan jatuh ke bawah duluan. Setelah beberapa detik berganti menit, mereka berhasil berdiri tegak tanpa ada yang kesakitan.

Adegan kedua. Penonton dikagetkan dengan sepeda motor yang berbunyi ditengah jalan. Dan 3 pesilat tangguh ini berbaring di aspal seakan mayat yang tersusun. Lalu tiba-tiba motor melaju semakin kencang. Semua menghela napas dan melotot. Sambil menelan ludah mereka melihat ketiganya dilindas tanpa kasihan oleh seorang temannya dari perguruan yang sama. Berulang kali dilindas, sehingga terlihat jari-jemari penontot menutup mata-mata mereka karena saking ngerinya adegan itu.

Ajaibnya, mereka bangun dengan sangat lugas dan tidak menunjukkan ada luka dan lecet sama sekalli. Lagi-lagi penonton dibuat kagum olehnya. Sebagaimana penuturan dari Alberto Amaral, salah satu anggota perguruan, “Tiga anggota perguruan tidur di aspal dan beberapa kendaraan roda dua menggilas tubuh mereka berulang kali. Aksi ini pun sukses karena ketiga anggota perguruan tersebut tidak mengalami luka lecet maupun luka serius.” 

Penonton semaikin optimis akan keberlangsungan aksi mereka. Dan yang terakhir ini para penonton diminta menaiki mobil pic up beramai-ramai. Lagi-lagi menurut Alberto Amaral, ketiga anggota tersebut dia rasa ilmu kekebalan tubuh mereka mampu menahan kendaraan roda empat, sehingga ketiganya ingin tubuh kuatnya ditidurkan diaspal dan digilas sebuah kendaraan pick up bermuatan puluhan orang. Ketiga asisten pelatih tersebut bernama Ebiridio Sarmento, Elder Cruz, dan Abilio Fretes.

Para korban tidur dengan posisi telentang seolah gagah dan percaya diri bahwa mereka bisa melewati ujian terakhir ini. Semua penonton terbengong, ada yang mengupil, meludah, dan ada yang menatap wajah-wajah sakti pendekar ini dengan optimis bercampur cemas. Semua orang seakan yakin akan keberhasilan para pendekar 'dukun' ini. Saat kendaraan melintasi tubuh mereka, ketiga korban sempat berteriak histeris.

Ketika pertunjukan selesai, tubuh ketiga anggota perguruan tersebut dalam keadaan remuk. Ketiga korban dalam kondisi kritis dengan kepala, perut, dan dada dalam keadaan remuk. Sebagian tulang mereka patah karena menahan beban yang mencapai puluhan ton. Satu korban yakni Ebiridio Sarmento tewas di tempat. Sedangkan Elder Cruz meninggal beberapa saat setelah dilarikan ke RSUD WZ Yohanes Kupang. Korban lainnya, Abilio Fretes masih kritis dan sementara menjalani perawatan di rumah sakit.

Semoga bisa diambil pelajarannya. 

Jumat, 27 April 2012

KEUTAMAAN SHALAT BERJAMA’AH DI MASJID



Shalat adalah rukun Islam kedua dan merupakan rukun Islam yang amat penting setelah syahadatain. Shalat merupakan ibadah yang harus ditunaikan dalam waktunya yang terbatas (shalat memiliki waktu-waktu tertentu) dan Allah memerintahkan kita untuk selalu menjaganya. Allah Ta’ala berfirman: 
Sesungguhnya shalat bagi orang mukmin ialah kewajiban yang tertentu (telah ditetapkan) waktunya.” (QS. An-Nisa:103) Jagalah shalat-shalat(mu) dan shalat wustha, dan berdirilah untuk Allah dalam keadaan khusyu’.” (QS. Al-Baqarah:238)

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
Islam dibangun diatas lima perkara: syahadat bahwasanya tidak ada ilah yg berhak di sembah selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, dan mendirikan shalat…” (HR. Bukhari dan Muslim)

Sungguh telah banyak kaum muslimin yang meninggalkan shalat, baik itu yang tidak mendirikan shalat sama sekali ataupun menyia-nyiakan shalat dengan mengakhirkan waktu shalat. Allah Ta’ala telah mengancam orang-orang yang meremehkan dan mengakhirkan shalat dari waktunya. Allah berfirman:
Maka datanglah sesudah mereka (sesudah orang-orang pilihan Allah) pengganti yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka kelak mereka akan menemui (akibat) kesesatannya.” (QS. Maryam:59)
 “Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat. (Yaitu) mereka yang lalai dari shalatnya.” (QS. Al Ma’un:4-5)

Dan hendaknya orang-orang yang masih mempunyai iman di hatinya takut akan sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam. Dari Jabir radhiallah anhu, ia berkata:
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda,
Sesungguhnya (batas) antara seseorang dengan syirik dan kafir adalah meninggalkan shalat’.” (HR. Muslim)

Pada hadits Buraidah radhiallahu anhu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda: 
Perjanjian antara kita dengan mereka ialah shalat, barangsiapa yang meninggalkannya maka ia telah kafir.” (HR. Ahmad dan Ahlus sunan mengeluarkannya dg sanad shahih).
Sesungguhnya shalat adalah penghubung antara hamba dengan Tuhannya. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
Sesungguhnya seseorang dari kamu jika sedang shalat, berarti ia bermunajat (berbicara) kepada Tuhannya.” (HR. Bukhari).

Dalam hadits qudsy, Allah Ta’ala berfirman:
Aku membagi shalat antara Aku dan hamba-Ku dalam dua bagian. Bagi hamba-Ku apa yang ia minta (akan diberikan). Maka jika hambaku mengucapkan:
Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam’, Maka Allah menjawab: ‘Hamba-Ku memuji-Ku’. Jika ia mengucapkan:
Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang’, Allah menjawab:’Hambaku menyanjung-Ku’. Jika ia mengucapkan:
Yang menguasai hari pembalasan’, Allah menjawab:’Hamba-Ku mengagungkan-Ku’. Jika ia mengucapkan:
Hanya Engkau yang kami sembah dan hanya Engkau yang kami mohon pertolongan’, Allah menjawab: ‘Ini bagian-Ku dan bagian hamba-Ku, dan baginya apa yang dia minta.’ Apabila ia membaca:
Tunjukilah kami jalan yang lurus (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat , bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan pula (jalan) mereka yang sesat.’ Maka Allah menjawab:’Ini bagian hamba-Ku dan bagi hamba-Ku apa yang dia minta.’” (HR.Muslim)

Termasuk perkara yang menghiasi shalat adalah perintah untuk melakukan shalat berjama’ah. Bahkan begitu pentingnya shalat berjama’ah sampai-sampai mulai zaman Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam sampai pada zaman para imam madzhab, mereka semua sangat memperhatikannya. Bukahkah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam sampai pernah mengucapkan keinginannya untuk menyuruh seseorang mengimami orang-orang, dan yang lainnya mencari kayu bakar yang kemudian akan digunakan untuk membakar rumah-rumah orang yang tidak menghadiri shalat berjama’ah? Rasulullah saw bersabda,
“Sesungguhnya sholat yang paling berat dikerjakan oleh orang-orang munafik ialah shalat Isya’ dan Subuh. Sekiranya mereka mengetahui keutamaan yang ada dalam dua shalat tersebut, mereka pasti akan mendatanginya walaupun harus dengan merangkak. Sungguh, sebenarnya aku sangat ingin memerintahkan sholat untuk didirikan, lalu aku perintahkan seseorang untuk mengimami kaum muslimin. Kemudian aku berangkat bersama beberapa orang laki-laki dengan membawa beberapa ikat kayu bakar kepada orang-orang yang tidak ikut sholat, lalu akan aku bakar rumah-rumah mereka dengan api tersebut.”(HR. Muslim, Mukhtashor Muslim hal. 325)

Bukankah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam juga pernah bersabda:
Barangsiapa yang mendengar adzan, lalu ia tidak mendatanginya (ke masjid), maka tidak ada shalat baginya.” (HR. Ibnu Majah, hadits ini shahih)
Berkata Ibnu Mas’ud radhiallahu anhu:
Barangsiapa yang suka bertemu Allah kelak sebagai seorang muslim, maka hendaknya ia menjaga shalat-shalatnya, dengan shalat-shalat itu ia dipanggil. sesungguhnya Allah Ta’ala menggariskan kepada Nabi kalian jalan-jalan petunjuk (sunnah-sunnah). Seandainya kalian shalat dirumah, seperti orang yang terlambat ini shalat dirumahnya, niscaya kalian telah meninggalkan sunnah Nabi kalian. Jika kalian meninggalkan sunnah Nabi kalian, niscaya kalian tersesat. Dan tidaklah seorang laki-laki bersuci dengan sempurna lalu sengaja ke masjid di antara masjid-masjid (yang ada) kecuali Allah menuliskan baginya satu kebaikan untuk setiap langkah yang ia ayunkan dan mengangkat pula dengannya satu derajat dan dengannya pula dihapus satu dosa. Sebagaimana yang kalian ketahui, tak seorangpun meninggalkannya (shalat berjama’ah) kecuali orang munafik yang nyata kemunafikannya. Dan sungguh orang (yang berhalangan) pada masa itu, dibawa datang (ke masjid) dengan dipapah oleh dua orang lalu diberdirikan di dalam shaf.” (HR. Muslim)

Melaksanakan shalat berjama’ah juga merupakan ibadah yang paling ditekankan, ketaatan terbesar dan juga syi’ar Islam yang paling agung, tetapi banyak kalangan yang menisbatkan diri kepada Islam meremehkan hal ini. Sikap meremehkan ini bisa karena beberapa faktor, antara lain:
a. Mereka tidak mengetahui apa yang disiapkan oleh Allah Ta’ala berupa ganjaran yang besar dan pahala yang melimpah bagi orang yang shalat berjama’ah atau mereka tidak menghayati dan tidak mengingatnya.
b. Mereka tidak mengetahui hukum shalat berjama’ah atau pura-pura tidak mengetahuinya.
Oleh karena itulah, dibawah ini akan saya sampaikan keutamaan-keutamaan shalat berjama’ah dimasjid.

KEUTAMAAN SHALAT BERJAMAH
A. Hati yang Bergantung di Masjid akan Berada di Bawah Naungan (‘Arsy) Allah Ta’ala Pada Hari Kiamat.
Di antara apa yang menunjukkan keutamaan shalat berjama’ah ialah bahwa siapa yang sangat mencintai masjid untuk menunaikan shalat berjama’ah di dalamnya, maka Allah Ta’ala akan menaunginya di bawah naungan-Nya pada hari yang tidak ada naungan kecuali naungan-Nya. Dari sahabat Abu Hurairah radhiallah anhu, dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam, beliau bersabda: 
Ada tujuh golongan yang akan dinaungi oleh Allah di bawah naungan-Nya pada hari yang tidak ada naungan kecuali naungan-Nya: imam yang adil, pemuda yang tumbuh dalam beribadah kepada Rabb-nya, seseorang yang hatinya bergantung di masjid-masjid, dua orang yang saling mencintai karena Allah berkumpul dan berpisah karena-Nya, seseorang yang dinginkan (berzina) oleh wanita yang memiliki kedudukan dan kecantikan, maka ia mengatakan,’ Sesungguhnya aku takut kepada Allah’,seseorang yang bersadaqah dengan sembunyi-sembunyi sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang di nafkahkan oleh tangan kanannya, dan seseorang yang mengingat Allah dalam keadaan sepi (sendiri) lalu kedua matanya berlinang.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Imam Nawawi rahimahullah mengatakan saat menjelaskan sabdanya, “Dan seseorang yang hatinya bergantung di masjid-masjid.” artinya, sangat mencintainya dan senantiasa melaksanakan shalat berjamaah di dalamnya. Maknanya bukan terus-menerus duduk di masjid.”(Syarh an Nawawi VII/121)
Al ‘Allamah al ‘Aini rahimahullah menjelaska apa yang dapat dipetik dari sabda beliau Shallallahu ‘Alaihi Wassalam ini, “Didalamnya berisi keutamaan orang yang senantiasa berada di masjid untuk melaksanakan shalat berjama’ah, karena masjid adalah rumah Allah dan rumah setiap orang yang bertakwa. Sudah sepatutnya siapa yang dikunjungi memuliakan orang yang berkunjung; maka bagaimana halnya dengan Rabb Yang Maha Pemurah?”

B. Keutamaan Berjalan ke Masjid untuk Melaksanakan Shalat Berjama’ah
1. Dicatatnya langkah-langkah kaki menuju masjid.
(Rasul) yang berbicara dengan wahyu, kekasih yang mulia Shallallahu ‘Alaihi Wassalam menjelaskan bahwa langkah kaki seorang muslim menuju masjid akan dicatat. Imam Muslim meriwayatkan dai Jabir bin Abdillah radhiallahu anhuma, ia mengatakan,”Bani Salimah ingin pindah ke dekat masjid, sedangkan tempat tersebut kosong. Ketika hal itu sampai kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam, maka beliau bersabda:

Wahai Bani Salimah! Tetaplah di pemukiman kalian, karena langkah-langkah kalian akan dicatat.”
Mereka mengatakan: 
Tidak ada yang mengembirakan kami bila kami berpindah.” (HR. Muslim)
Imam Nawawi rahimahullah mengatakan dalam menjelaskan sabdanya: “Wahai Bani Salimah! Tetaplah di pemukiman kalian, karena langkah-langkah kalian akan di catat.”
Artinya, tetaplah dipemukiman kalian! Sebab, jika kalian tetap di pemukiamn kalian, maka jejak-jejak dan langkah-langkah kalian yang banyak menuju ke masjid akan dicatat.” (Syarh an NawawiV/169)
‘Abdullah bin Abbas radhiallahu anhuma mengatakan, sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Majah dalam sunannya, “Pemukiman kaum Anshar sangat jauh dari masjid, lalu mereka ingin agar dekat dengannya, maka turunlah ayat ini,
Dan Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan.”(QS. Yasin:12)
Akhirnya, mereka tetap tinggal di pemukiman mereka.” (HR.Ibnu Majah)

Pencatatan langkah-langkah orang yang menuju masjid bukan hanya ketika ia pergi ke masjid, tetapi juga dicatat ketika pulang darinya. Imam Muslim meriwayatkan dari Ubay bin Ka’ab radhiallahu anhu tentang kisah seorang Anshar yang tidak pernah tertinggal dari shalat berjama’ah, dan tidak pula ia menginginkan rumahnya berdekatan dengan masjid, bahwa ia berkata kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam: 
Aku tidak bergembira jika rumahku (terletak) didekat masjid. Aku ingin agar langkahku ke masjid dan kepulanganku ketika aku kembali kepada keluargaku dicatat.”
Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
Allah telah menghimpun semua itu untukmu.” (HR. Muslim)

Dalam riwayat Ibnu Hibban: 
Allah telah memberikan itu semua kepadamu. Allah telah memberikan kepadamu apa yang engkau cari, semuanya.” (HR.Ibnu Majah)

2. Para Malaikat yang mulia saling berebut untuk mencatatnya.
Diantara dalil yang menunjukkan keutamaan berjalan ke masjid untuk menunaikan shalat berjama’ah bahwa Allah meninggikan kedudukan langkah-langkah orang yang (berjalan) menuju ke masjid, bahkan para Malaikat yang didekatkan (kepada Allah) berebut untuk mencatatnya dan membawanya naik ke langit.
Imam at Tirmidzi rahimahullah meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas radhiallahu anhuma, ia mengatakan, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda: 
Tadi malan Rabb-ku tabaarakta wata’aala, mendatangiku dalam rupa yang paling indah.”(Perawi mengatakan,’Aku menduganya mengatakan,’Dalam mimpi.’). Lalu Dia berfirman, “Wahai Muhammad! Tahukah engkau, untuk apa para Malaikat yang mulia saling berebut?” Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam berkata:”Aku menjawab,’Tidak’. Lalu Dia meletakkan Tangan-Nya di antara kedua pundakku sehingga aku merasakan kesejukannya di dadaku (atau beliau mengatakan,’Di leherku’). Lalu aku mengetahui apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi.”Dia berfirman,”Wahai Muhammad!Tahukah engkau untuk apa para Malaikat yang mulia saling berebut?” Aku menjawab,”Ya, tentang kaffarat (perkara-perkara yang menghapuskan dosa). Kaffarat itu adalah diam di masjid setelah melaksanakan shalat, berjalan kaki untuk melaksanakan shalat berjama’ah, dan menyempurnakan wudhu pada saat yang tidak disukai.” (HR. Tirmidzi, hadits ini shahih).
Seandainya berjalan kaki untuk shalat berjama’ah tidak termasuk amal yang mulia, niscaya para Malaikat muqarrabun tidak akan berebut untuk mencatat dan membawanya naik ke langit.

3. Berjalan menuju shalat berjama’ah termasuk salah satu sebab mendapatkan jaminan berupa kehidupan yang baik dan kematian yang baik pula.
Tidak hanya para Malaikat saling berebut untuk mencatat amalan berjalan kaki menuju shalat berjama’ah, bahkan Allah menjadikan jaminan kehidupan yang baik dan kematian yang baik pula. Disebutkan dalam hadist terdahulu:
Barangsiapa yang melakukan hal itu – yakni tiga amalan yang disebutkan dalam hadits, di antaranya berjalan kaki menuju shalat berjama’ah – maka ia hidup dengan baik dan mati dengan baik pula.”
Betapa besar jaminan ini! Kehidupan yang baikdan kematian yang baik. Siapakah yang menjanjikan hal itu? Dia-lah Allah Yang Maha Esa, yang tidak ada seorangpun yang lebih menepati janji selain Dia.

4. Berjalan menuju shalar berjama’ah termasuk salah satu sebab dihapuskannya kesalahan-kesalahan dan ditinggikannya derajat.
Diriwayatkan oleh Imam Muslim, dari sahabat Abu Hurairah radhiallahu anhu bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda: 
Maukah aku tunjukkan kepada kalian tentang perkara yang akan menghapuskan kesalahan-kesalahan dan juga mengangkat beberapa derajat?” Para sahabat menjawab,”Tentu, wahai Rasulullah?” Beliau bersabda,”Menyempurnakan wudhu’ pada saat yang tidak disukai, banyak melangkah ke masjid-masjid, dan menunggu shalat setelah melaksanakan shalat. Maka, itulah ar-tibath (berjuang di jalan Allah).” (HR. Muslim).
Ar-ribath pada asalnya -sebagaimana dikatakan oleh al Imam Ibnul Atsir–adalah berdiri untuk berjihad untuk memerangi musuh, mengikat kuda dan menyiapkannya. Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam menyerupakan dengannya apa yang telah disebutkan berupa amal-amal shalih dan peribadahan dengannya. Penyerupaan ini juga menegaskan besarnya kedudukan tiga amalan yang tersebut didalam hadits, di antaranya banyak melangkah ke masjid.
Keutaman ini juga berlaku untuk seseorang yang melangkah keluar dari masjid, Imam Ahmad rahimahullah meriwayatkan dari ‘Abdullah bin Amr radhiallahu anhuma, ia mengatakan,”Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:

Barangsiapa yang pergi menuju masjid untuk shalat berjama’ah, maka satu langkah akan menghapuskan satu kesalahan dan satu langkah lainnya akan ditulis sebagai satu kebajikan untuknya, baik ketika pergi maupun pulangnya.” (HR. Ahmad, hadits ini shahih).

5. Pahala orang yang keluar dalam keadaan suci (telah berwudhu) untuk melaksanakan shalat berjama’ah seperti pahala orang yang melaksanakan haji dan umrah.
Imam Ahmad dan Abu Dawud meriwayatkan , dari sahabat Abu Umamah radhiallahu anhu. Ia mengatakan bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda: 
Barangsiapa yang keluar dari rumahnya menuju masjid dalam keadaan bersuci (telah berwudhu’) untuk melaksanakan shalat fardhu (berjama’ah), maka pahalanya seperti pahala orang yang melaksanakan haji dan ihram.” (Hadits ini dihasankan oleh Syaikh al Albani).
Zainul ‘Arab mengatakan dalam menjelaskan sabda Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam: “Seperti pahala orang yang melaksanakan haji dan ihram,” “Yakni, pahalanya sempurna.” (‘Aunul Ma’buud II/357)
Allaahu Akbar, jika sedemikian besarnya pahala orang yang keluar untuk menunaikan shalat berjama’ah, maka bagaimana halnya pahala melakukan shalat berjama’ah?

6. Orang yang keluar (menuju masjid) untuk melaksanakan shalat berjama’ah berada dalam jaminan Allah Ta’ala.
Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam menjelaskan bahwa orang yang keluar menuju shalat berjama’ah berada dalam jaminan Allah Ta’ala. Imam bu Dawud rahimahullah meriwayatkan dari Abu Umamah radhiallahu anhu, dari Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, beliau bersabda:
Ada tiga golongan yang semuanya dijamin oleh Allah Ta’ala, yaitu orang yang keluar untuk berperang di jalan Allah, maka ia dijamin oleh Allah hingga Dia mewafatkannya lalu memasukkannya ke dalam Surga atau mengembalikannya dengan membawa pahala dan ghanimah, kemudian orang yang pergi ke masjid, maka ia dijamin oleh Allah hingga Dia mewafatkannya lalau memasukkannya ke dalam Surga atau mengembalikannya dengan membawa pahala, dan orang yang masuk rumahnya dengan mengucapkan salam, maka ia dijamin oleh Allah.” (HR. Abu Dawud, di shahihkan oleh syaikh al Albani)

7. Orang yang keluar untuk melaksanakan shalat berjama’ah berada dalam shalat hingga kembali ke rumah.
Imam Ibnu Khuzaimah meriwayatkan dalam shahihnya dari Abu Hurairah radhiallahu anhu, ia mengatakan,”Abul Qasim Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
Jika salah seorang dari kalian berwudhu’ di rumahnya, kemudian datang ke masjid, maka ia berada dalam shalat hingga ia kembali. Oleh karenanya, jangan mengatakan demikian-seraya menjaringkann diantara jari-jemarinya-.” (HR. Ibnu Khuzaimah, di shahihkan oleh Syaikh al Albani)

8. Kabar gembira bagi orang-orang yang berjalan di kegelapan (untuk melaksanakan shalat berjama’ah) dengan memperoleh cahaya yang sempurna pada hari Kiamat.
Imam Ibnu Majah meriwayatkan dari Sahl bin Sa’ad as Sa’di radhiallahu anhu, ia mengatakan bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
Hendaklah orang-orang yang berjalan di kegelapan menuju masjid bergembira dengan (mendapatkan) cahaya yang sempurna pada hari Kiamat.” (HR.Ibnu Majah, syaikh al Albani menilainya shahih)
Ath Thayyibi rahimahullah mengatakan,”Tentang disifatinya cahaya dengan kesempurnaan dan pembatasannya dengan (terjadinya di) hari Kiamat, mengisyaratkan kepada wajah kaum mukminin pada hari Kiamat, sebagaimana dalam firman Allah:
Sedang cahaya mereka memancar dihadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan,’Ya Rabb kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami.’” (QS. At Tahriim:8) (dinukil dari ‘Aunul Ma’buud II/268)

Disampaing itu Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam memerintahkan kepada semua pihak agar memberikan kabar gembira kepada orang-orang yang berjalan di kegelapan menuju masjid dengan kabar gembira yang besar ini. Imam Abu Dawud meriwayatkan dari Buraidah radhiallahu anhu, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
Berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berjalan di kegelapan menuju masjid dengan cahaya (yang akan diperolehnya) pada hari Kiamat.” (HR. Abu Dawud, di shahihkan oleh Syaikh al Albani)
Al-‘Allamah ‘Abdur Ra-uf al Munawi rahimahullah menjelaskan hadits ini, “Ketika mereka berjalan dalam kesulitan karena senantiasa berjalan dalam kegelapan malam menuju ketaatan, maka mereka diberi balasan berupa cahaya yang menerangi mereka pada hari Kiamat.” (Faidhul Qadiir III/201).

9. Allah menyiapkan persinggahan di Surga bagi siapa yang pergi menuju masjid atau pulang (darinya).
Di riwayatkan dari asy Syaikhan dari Abu Hurairah radhiallahu anhu dari Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, beliau bersabda: 
Barangsiapa yang pergi ke masjid dan pulang (darinya), maka Allah menyiapkan untuknya persinggahan di Surga setiap kali pergi dan pulang.” (Muttafaq ‘alaih, lafazh ini milik Bukhari).
Jika persinggahan orang yang pergi menuju masjid atau pulang darinya disiapkan oleh Allah, Rabb langit dan bumi serta Pencipta alam semesta seluruhnya, maka bagaimana persingahan itu??

C. Orang Yang Datang ke Masjid adalah Tamu Allah Ta’ala
Di antara apa yang menunjukkan keutamaan shalat berjama’ah di masjid adalah apa yang dijelaskan oleh Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bahwa orang yang datang ke masjid adalah tamu Allah Ta’ala, dan yang dikunjungi wajib memuliakan tamunya. Imam ath Thabrani meriwayatkan dari Salman radhiallahu anhu bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
Barangsiapa yang berwudhu’di rumahnya dengan sempurna kemudian mendatangi masjid, maka ia adalah tamu Allah, dan siapa yang di kunjunginya wajib memuliakan tamunya.” (HR. ath Thabrani)
Bagaimana cara Allah memuliakan tamu-Nya, sedangkan Dia adalah Rabb yang paling Pemurah, Penguasa langit dan bumi? Para sahabat Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam juga menegaskan hal ini. Imam Ibnul Mubarak rahimahullah meriwayatkan dari ‘Amr bin Maimun, ia mengatakan, “Para sahabat Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam mengatakan,’Rumah Allah di bumi adalah masjid, dan Allah wajib memuliakan siapa yang mengunjungi-Nya di dalamnya.’” (Kiitab az Zuhd)

D. Allah Ta’ala Bergembira dengan Kedatangan Hamba-Nya ke Masjid untuk Melaksanakan Shalat Berjama’ah
Imam Ibnu Khuzaimah meriwayatkan dari Abu Hurairah radiallahu anhu, ia mengatakan bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda: 
Tidaklah salah seorang dari kalian berwudhu’ dengan baik dan sempurna kemudian mendatangi masjid, ia tidak menginginkan kecuali shalat di dalamnya, melainkan Allah bergembira kepadanya sebagaimana keluarga orang yang pergi jauh bergembira dengan kedatangannya.” (HR.Ibnu Khuzaimah, dishahihkan oleh Syaikh al Albani)
Imam Ibnul Atsir rahimahullah mengatakan,”Al Bassyu adalah kegembiraan kawan dengan kawannya, lemah lembut dalam persoalan dan penyambutannya. Ini adalah permisalan yang dibuat tentang penyambutan Allah kepadanya dengan karunia-Nya, mendekatkannya (kepadanya) dan memuliakannya.” (An-Nihaayah fii Ghariibil Hadits wal Atsar I/130).

E. Keutamaan Menunggu Shalat
Orang yang duduk menunggu shalat, maka ia berada dalam shalat dan Malaikat memohonkan ampunan serta memohonkan rahmat untuknya. Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah radhiallahu anhu bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
Salah seorang dari kalian duduk untuk menunggu shalat, maka ia berada dalam shalat selagi belum berhadats, dan para Malaikat berdo’a untuknya:’Ya Allah! Berikanlah ampunan kepadanya, ya Allah! Rahmatilah ia’.” (HR. Muslim).

F. Keutamaan Shaf-Shaf Pertama
Shalat berjama’ah di shaf-shaf terdepan, terutama shaf-shaf pertama, memiliki keutamaan yang sangat banyak. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam telah menjelaskan hal itu dalam sejumlah hadist, diantaranyahadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Abu Hurairah radhiallahu anhu bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
Seandainya manusia mengetahui pahala yang terdapat pada adzan dan shaf pertama, kemudian mereka tidak mendapatkannya kecuali dengan melakukan undian, niscaya mereka akan melakukan undian.” (HR. Bukhari)
Al Hafizh Ibnu hajar al Asqalani rahimahullah mengatakan,” Abu asy Syaikh menambahkan dalam riwayatnya dari jalan al A’raj, dari Abu Hurairah radhiallahu anhu:
Berupa kebaikan dan keberkahan.’”(Fathul Baari II/96)
Ath Thayyibi memberikan ta’liq (komentar) atas hadits yang mulia ini, “Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam tidak menjelaskan keutamaannya, hal ini menunjukkan kepada sesuatu yang sangat mendalam dan termasuk sesuatu yang tidak dapat disifati. Demikian pula penggambaran keadaan perlombaan dengan undian di dalamnya, merupakan sesuatu yang mendalam. Karena ini tidak terjadi kecuali pada sesuatu yang diperlombakan oleh orang-orang yang saling berlomba.” (Dinukil dari Syarh al Kirmaani li Shahiih al Bukhari V/16)

1. Shaff-shaff pertama seperti shaffnya Malaikat
Imam Abu Dawud meriwayatkan dari Ubay bin Ka’ab radhiallahu anhu, ia mengatakan bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
Sesungguhnya shaf pertama seperti shaffnya Malaikat. Seandainya kalian mengetahui keutamaannya, niscaya kalian berlomba-lomba kepadanya.” (HR.Abu Dawud, Ahmad)
Syaikh Ahmad Abdurrahman al Banna berkata ketika menjelaskan sabdaya:”Seperti shaff Malaikat” “Yakni dalam hal kedekatan kepada Allah Ta’ala, turunnya rahmat, kesempurnaan, dan kelurusannya.”(Buluughul Amaani min Asraaril Fat-h ar Rabbani V/171)

2. Allah dan Malaikat-Nya bershalawat kepada shaff-shaff terdepan
Dalam hadits riwayat Imam Ahmad dari Abu Umamah radhiallahu anhu, ia mengatakan bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
Sesungguhnya Allah dan para Malaikat-Nya bershalawat kepada shaff pertama. “ Mereka (para sahabat) berkata,”Wahai Rasulullah, dan juga kepada shaff kedua?” Beliau menjawab,” Sesunguhnya Allah dan para Malaikat-Nya bershalawat kepada shaff pertama.” Mereka berkata,” Wahai Rasulullah, dan juga kepada shaff kedua?” Beliau menjawab,” Dan kepada shaff kedua.” (HR. Ahmad, di hasankan oleh Syaikh al Albani)
Makna shalawat Allah atas mereka-sebagaimana dikatakan oleh Imam ar Raghib al Ashfahani-bahwasanya Allah menyucikan mereka. Sedangkan yang dimaksud dengan shalawat Malaikat-sebagaimana dinyatakan oleh Imam al Ashfahani- adalah do’a dan istighfar. (Al-Mufradaat fii Ghariibil Qur’an, topic ash shalah, hal 285)
Allahu Akbar! Betapa bahagianya orang yang berada di shaff terdepan dalam shalat berjama’ah lalu Allah menyucikannya dan para Malaikat mendo’akan serta memohonkan ampunan untuknya! Ya Allah! Masukkanlah kami ke dalam golongan mereka.

3. Nabi yang mulia Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bershalawat (memohonkan ampun) kepada shaff pertama dan kedua
Imam an Nasa-i meriwayatkan dari al ‘Irbadh bin Sariyah radhiallahu anhu, dari Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam:
Bahwa beliau bershalawat kepada shaff pertama sebanyak tiga kali dan kepada shaff kedua satu kali.” (HR. an Nasa-i, dishahihkan oleh Syaikh al Albani)
Makna bahwa Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bershalawat sebanyak tiga kali-sebagaimana dikatakan oleh al ‘Allamah as Sindi- bahwa beliau mendo’akan mereka agar mendapatkan rahmat dan memohonkan ampunan untuk mereka sebanyak tiga kali. (Lihat Haasyiyah al Imam as Sindi II/93)
Betapa bahagianya orang yang dido’akan dan dimohonkan ampunan oleh kekasih Rabb semesta alam dan manusia pertama dan terakhir yang paling mulia bagi-Nya. Shalawat dan salam senantiasa terlimpah atasnya.

G. Keutamaan Shaff-Shaff Sebelah Kanan
Imam Abu Dawud dan Ibnu Majah meriwayatkan dari ‘Aisyah radhiallahu anha, ia mengatakan bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
Sesungguhnya Allah dan para Malaikat-Nya bershalawat kepada shaff-shaff sebelah kanan.” (HR. Adu Dawud dan Ibnu Majah, hadits ini di hasankan oleh al Mundziri dan Ibnu Hajar)

Para sahabat radhiallahu anhum senang berada disebelah kanan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam ketika shalat di belakang beliau. Imam Abu Dawud meriwayatkan dari al-Barra’ radhiallahu anhu, ia mengatakan:
Jika kami shalat di belakang Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, maka kami senang (jika) berada disebelah kanan beliau, lalu beliau menghadapkan wajahnya kepada kami.” (HR. Abu Dawud, di shahihkan oleh Syaikh al Albani)

Al ‘Allamah Muhammad Syamsul Haqq memberikan ta’liq (komentar) atas penuturan al Barra’ radhiallahu anhu,”Karena shaff bagian kanan lebih utama dank arena Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam menghadapkan wajahnya kepada kami ketika salam pertama sebelum menghadap orang yang berada di sebelah kirinya.” (‘Aunul Ma’buud II/322-323)

H. Allah Ta’ala Kagum Terhadap Shalat Berjama’ah
Imam Ahmad meriwayatkan dari Abdullah bin Umar radhiallahu anhuma, ia mengatakan, “Aku mendengar Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
Sesungguhnya Allah benar-benar kagum terhadap shalat berjama’ah.’” (HR. Ahmad, Syaikh Ahmad Syakir mengatakan, “Sanadnya hasan.”)

I. Keutamaan Mengucapkan “Aamiin” Bersama Imam
Imam al Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah radhiallahu anhu bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
Jika imam mengucapkan :’Ghairil maghdhuubi ‘alaihim waladhdhaalliin’ maka ucapkanlah:’Aaamiin.’ Karena, barangsiapa yang ucapannya menyelarasi ucapan Malaikat, maka diampuni dosanya yang telah lalu.’”(HR. Bukhari)
Bukan hanya dosanya yang telah lalu saja yang diampuni oleh Allah Ta’ala bahkan do’a orang-orang yang mengucapkan Aamiin dalam shalat berjama’ah akan dikabulkan. Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Musa al Asy’ari radhiallahu anhu, ia mengatakan,” Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam berkhutbah kepada kami, lalu beliau menjelaskan Sunnah dan mengajarkan shalat kepada kami dengan sabdanya:
Jika kalian shalat, maka luruskanlah shaff-shaff kalian, kemudian hendaklah salah seorang dari kalian menjadi imam kalian. Jika ia bertakbir, maka bertakbirlah. Jika ia mengucapkan: ’Ghairil maghdhuubi ‘alaihim waladhdhaalliin’ , ucapkanlah: ’Aamiin’, maka Allah mengabulkan (untuk) kalian.” (HR. Muslim)
Betapa besar pahala orang-orang yang mengucapkan “Aamiin” dalam shalat jama’ah! Yaitu dikabulkan oleh Allah Yang Mahakuasa, Maha Menentukan, Yang Maha Esa, lagi bergantung kepada-Nya seluruh makhluk.

J. Pengampunan Dosa bagi Siapa yang Shalat Berjama’ah Setelah Menyempurnakan Wudhu’
Imam Muslim meriwayatkan dari ‘Utsman bin ‘Affan radhiallahu anhu, ia mengatakan,”Aku mendengar Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
Barangsiapa yang berwudhu’ dengan sempurna, kemudian berjalan untuk mengerjakan shalat fardhu lalu mengerjakannya bersama orang-orang atau bersama jama’ah atau di masjid, maka Allah mengampuni dosa-dosanya.’” (HR. Muslim)

K. Keutamaan Shalat Berjama’ah Dibandingkan Shalat Sendirian
Imam Bukhari meriwayatkan dari Abu Sa’id al Khudri radhiallahu anhu bahwa ia mendengar Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
Shalat berjama’ah itu lebih utama 25 derajat dibandingkan shalat sendirian.” (HR. Bukhari)
Disebutkan dalam sebuah riwayat bahwa ia lebih utama 27 derajat. Imam al Bukhari meriwayatkan dari ‘Abdullah bin Umar radhiallahu anhuma bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
Shalat berjama’ah itu lebih utama 27 derajat dibandingkan shalat sendirian.” (Ibid II/131, no.645)
Para Ulama-semoga Allah membalas mereka dengan kebaikan-telah mengkompromikan di antara dua riwayat yang menyebutkan 25 dan 27, dengan berbagai sudut pandang. Barangkali tinjauan terbaik bahwa keutamaan itu berbeda-beda tergantung perbedaan keadaan orang-orang shalat. Terkadang shalat sesorang mendapatkan 25 derajat, dan sebagian lainnya mendapatkan 27 derajat, tergantung kesempurnaan shalat, ia memelihara tata caranya, kekhusyu’annya, banyaknya (jumlah) jama’ahnya, keutamaan mereka, kemuliaan tempat dan sejenisnya. Wallaahu a’lam bish shawaab.
Sebagian ulama menyebutkan faktor-faktor yang menyebabkan derajat-derajat tersebut, di antaranya adalah al Hafizh Ibnu Hajar yang menyatakan,”Aku telah memperbaiki apa yang telah aku kumpulkan tentangnya, dan aku telah membuang apa yang tidak dikhususkan dengan shalat berjama’ah.” (Fathul Baari II/133).
Sebab-sebab yang disebutkan oleh al Hafizh Ibnu Hajar adalah sebagai berikut:
1. Menjawab mu-adzin dengan niat shalat berjama’ah.
2. Bersegera kepadanya di awal waktu.
3. Berjalan ke masjid dengan tenang.
4. Masuk masjid dengan berdo’a.
5. Shalat Tahiyyatul Masjid ketika memasukinya.
6. Menunggu shalat berjama’ah.
7. Malaikat bershalawat (berdo’a) dan memohon ampunan untuknya.
8. Malaikat bersaksi untuknya.
9. Menjawab iqamat.
10. Selamat dari syaitan ketika melarikan diri pada saat iqamat.
11. Berdiri untuk menunggu imam melakukan takbiratul ihram, atau memulai bersamanya dalam keadaan apapun yang dilihatnya pada shalat itu.
12. Demikian pula mengikuti takbiratul ihram (bersama imam).
13. Meluruskan shaff dan mengisi shaff yang masih kosong.
14.Menjawab imam ketika mengucapkan:”Sami’allaahu liman hamidah,” (dengan mengucapkan:”Rabbanaa wa lakal hamdu…”).
15. Pada umumnya aman dari kelalaian, dan mengingatkan imam ketika lalai dengan tasbih atau memberitahukan kepadanya.
16. Pada umumnya memperoleh kekhusyu’an dan selamat dari kelalaian.
17. Pada umumnya memperbaiki keadaan.
18. Diliputi oleh pada Malaikat.
19. Berlatih mentajwidkan bacaan al Qur’an dan mempelajari rukun-rukun serta hal-hal lainnya.
20. Menampakkan syi’ar-syi’ar Islam.
21. Menjdikan syaitan murka dengan cara berkumpul untuk beribadah, tolong menolong dalam ketaatan, dan memberi semangat orang yang bermalas-malasan.
22. Selamat dari sifat munafik dan berburuk sangka kepada selainnya bahwa ia sebenarnya ia sebenarnya meninggalkan shalat.
23. Mengucapkan salam setelah imam berkata salam.
24. Memetik manfaat dari berkumpulnya mereka atas do’a dan dzikir, serta kembalinya keberkahan orang yang sempurna atas orang yang tidak sempurna..
25. Tegaknya sistem persatuan di antara tetangga dan keakraban mereka terealisir pada waktu-waktu shalat. (Lihat Fathul Baari II/133-134)
Kemudian, al Hafizh Ibnu Hajar mengatakan, ”Inilah 25 perkara yang pada masing-masing darinya terdapat perintah atau anjuran khusus tentangnya. Dan tersisa darinya dua hal yang khusus pada shalat yang di jaharkan, yaitu diam dan mendengarkan bacaan imam, dan ta’min (mengucapkan amin) bersama imam agar menyelarasi ta’min Malaikat.” (Ibid II/134).

L. Shalat Berjama’ah Dapat Melindungi Hamba dari Gangguan Syaitan
Imam Ahmad meriwayatkan dari Muadz bin Jabal Radhiallahu anhu bahwa Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
Syaitan adalah serigala pemangsa manusia sebagaimana serigala pemangsa kambing yang menangkap kambing yang jauh lagi sendirian. Oleh karena itu janganlah bercerai-berai, dan tetaplah berjama’ah bersama orang-orang dan masjid.” (HR. Ahmad,Syaikh Ahmad Abdurramah al Banna mengatakan, ”Diriwayatkan oleh Abdur Razzaq dan sanadnya jayyid (bagus)”).
Yakni bahwa syaitan itu merusak dan membinasakan manusia dengan godaannya sebagaimana serigala yang merusak jika ia menangkap seekor kambing. (Buluughul Amaani V/175-176).
Tetaplah berjama’ah artinya, Yakni tetaplah pada apa yang dianut oleh jama’ah Ahlus Sunnah dalam segala hal, diantaranya adalah berjama’ah dalam shalat. (Ibid, V/176).

M. Bertambahnya Keutamaan Shalat Berjama’ah dengan Bertambahnya Jumlah Jama’ah Shalat
Imam Abu Dawud meriwayatkan dari Ubay bin Ka’ab radhiallahu anhu, ia mengatakan bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
Sesungguhnya shalat seseorang bersama orang lain lebih baik daripada shalat sendirian. Shalat bersama dua orang itu lebih baik daripada shalat bersama seseorang. Dan jumlah yang lebih banyak, maka hal itu lebih disukai oleh Allah ‘Azza wa Jalla.” (HR. Abu Dawud dan an Nasa-i)

Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam menjelaskan dalam hadits lainnya bahwa derajat orang-orang yang shalat dengan berjama’ah itu lebih baik dan lebih utama daripada shalatnya orang-orang yang jumlahnya berkali-kali lipat lebih banyak (dibandingkan mereka) bila mereka shalat sendir-sendiri. Imama al Bazzar meriwayatkan dari Qabbats bin Asyim al Laitsi radhiallahu anhu, ia mengatakan bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
Dua orang yang mengerjakan shalat yang salah seorang dari keduanya menjadi imam bagi sahabatnya, lebih baik disisi Allah daripada empat orang yang mengerjakan shalat dengan sendiri-sendiri. Empat orang mengerjakan shalat yang diimami oleh salah seorang dari kalian itu lebih baik disisi Allah daripada delapan orang yang mengerjakan shalat dengan sendiri-sendiri. Delapan orang yang mengerjakan shalat yang diimami oleh salah seorang dari mereka, lebih baik di sisi Allah daripada seratus orang yang mengerjakan shalat dengan sendiri-sendiri.” (HR. al Bazzar,Al Hafizh al Mundziri mengatakan,” Diriwayatkan oleh al Bazzar dan ath Thabrani dengan sanad laa ba’sa bihi (tidak mengapa))

N. Dua Kebebasan bagi Siapa yang Shalat Selama 40 Hari dengan Mendapatkan Takbiratul Ihram (Bersama Imam)
Imam at Tirmidzi meriwayatkan dari Anas bin Malik radhiallahu anhu, ia mengatakan, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
Barangsiapa yang shalat selama 40 hari secara berjama’ah dengan mendapatkan Takbiratul Ihram, maka ditulis untuknya dua kebebasan, yaitu kebebasan dari api Neraka dan kebebasan dari sifat munafik.” (HR.at Tirmidzi,dan dihasankan oleh Syaikh al Albani).
Al Allamah ath Thayyibi menjelaskan hadits ini,”Ia dilindungi di dunia ini dari melakukan perbuatan kemunafikan dan diberi taufiq untuk melakukan amalan kaum ikhlas. Sedangkan di akhirat, ia dilindungi dari adzab yang ditimpakan kepada orang munafik, dan diberi kesaksian bahwa ia bukan seorang munafik. Yakni jika kaum munafik melakukan shalat, maka mereka shalat dengan bermalas-malasan. Dan keadaannya ini berbeda dengan keadaan mereka.” (Dinukil dari Tuhfatul Ahwadzi I/201).

O. Keutamaan Shalat ‘Isya, Subuh dan ‘Ashar Berjama’ah
Disamping apa yang telah kami disebutkan dari keutamaan shalat berjama’ah, maka tercantum pula dalam sebagian hadits yang menunjukkan bahwa melaksanakan shalay ‘Isya’, Shubuh, dan ‘Ashar berjama’ah memiliki keutamaan dan pahala yang besar. Tentang besarnya pahala shalat Isya’ dan Subuh berjama’ah, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
Seandainya mereka mengetahui pahala yang terdapat dalam shalat al ‘Atamah (‘Isya’) dan Shubuh, niscaya mereka mendatangi keduanya walaupun dengan merangkak.” (HR. Asy Syaikhan dari Abu Hurairah)
Imam an Nawawi memberikan ta’liq di atas hadits ini,”Hadits ini berisikan anjuran yang sangat untuk menghadiri jama’ah dua shalat ini.” (Syarh an nawawi IV/158)
Berikut ini adalah hadits-hadits yang menjelaskan tentang keutamaan shalat ‘Isya’, Shubuh dan ‘Ashar yang dilakukan secara berjama’ah.

1. Shalat ‘Isya’ berjama’ah seperti qiyam (shalat) separuh malam, dan shalat Shubuh dan ‘Isya’ berjama’ah seperti qiyamul lail sepanjang malam.
Imam Muslim meriwayatkan dari ‘Abdurrahman bin Abi ‘Umrah, ia mengatakan, “Utsman bin Affan radhiallhu anhu masuk masjid setelah melaksanakan shalat Maghrib, lalu ia duduk sendirian, kemudian aku duduk mendekatinya, maka dia mengatakan,’Wahai keponakanku! Aku mendengar Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
Description: http://external.ak.fbcdn.net/safe_image.php?d=AQC2cbpJ6ggfB6S5&url=http%3A%2F%2Fabuzubair.files.wordpress.com%2F2007%2F08%2Fayat154.jpg%3Fw%3D468
Barangsiapa yang melaksanakan shalat ‘Isya berjama’ah, maka ia seolah-olah melaksanakan shalat separuh malam. Dan barangsiapa yang melaksanakan shalat Shubuh dengan berjama’ah, maka ia seolah-olah melaksanakan shalat sepanjang malam..’” (HR. Muslim)
Maksud dari sabda Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, ”Dan barangsiapa yang melaksanakan shalat Shubuh dengan berjama’ah, maka ia seolah-olah melaksanakan shalat sepanjang malam,” yakni siapa yang melaksanakan shalat Shubuh berjama’ah setelah shalat ‘Isya’ berjama’ah, maka ia seolah-olah melaksanakan shalat sepanjang malam.
Hal ini ditegaskan dengan apa yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud, Imam at Tirmidzi dan Imam Ibnul Mundzir dari ‘Utsman bin ‘Affan radhiallahu anhu, ia mengatakan bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
Description: http://external.ak.fbcdn.net/safe_image.php?d=AQCyS8I6nELRyR03&url=http%3A%2F%2Fabuzubair.files.wordpress.com%2F2007%2F08%2Fayat164.jpg%3Fw%3D468
Barangsiapa yang melaksanakan shalat ‘Isya secara berjama’ah, maka ia seolah-olah melakukan qiyam separuh malam. Dan barangsiapa yang melaksanakan shalat ‘Isya’ dan Shubuh secara berjama’ah, maka ia seperti melakukan qiyam satu malam.” (HR. Abu Dawud,lafazh ini miliknya, dishahihkan oleh Syaikh al Albani)
Dan disebutkan dari sebagian sahabat radhiallahu anhum, mereka berpendapat bahwa melaksanakan shalat ‘Isya’ dan Shubuh secara berjama’ah itu lebih utama dibandingkan shalat sepanjang malam. Imam Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan dari Amirul Mukminin Umar bin Khaththab radhiallahu anhu bahwa di mengatakan, ”Sesungguhnya aku menunaikan shalat ‘Isya dan shalat Shubuh secara berjama’ah itu lebih aku sukai daripada aku menghidupkan malam (dengan qiyamul lail) di antara keduanya.” (Al Mushannaf, kitab ash Shalawaat, fit Takhalluf fil ‘Isyaa-i wal Fajri wa Fadhli Hudhuurihima I/333)
Amirul Mukminin ‘Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu mengatakan,”Aku Shalat Fajar dan ‘Isya yang terakhir dengan berjama’ah lebih aku sukai daripada aku menghidupkan malam (dengan qiyamul lail) di antara keduanya.” (Ar Raudhun Nadhiir Syarh Majmuu’il Fiqhil Kabiir II/116)
Apakah shalat Shubuh berjama’ah lebih utama dari shalat ‘Isya’ berjama’ah?
Imam Ibnu Khuzaimah meriwayatkan bahwa shalat Shubuh berjama’ah lebih utama dari shalat ‘Isya’ berjama’ah. Ia menyebutkan dalam kitab Shahiihnya, sebuah hadits dari ‘Utsman radhiallahu anhu, ia mengatakan bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
Barangsiapa yang melaksanakan shalat ‘Isya’ secara berjama’ah, maka ia seperti menunaikan shalat separuh malam dan siapa yang melaksanakan shalat Shubuh secara berjama’ah, maka ia seperti menunaikan shalat satu malam.”(HR. Ibnu Khuzaimah)
Tentang hal ini, al Hafizh al Mundziri memberikan taliq atas hadits Abu Dawud (yg telah disebutkan), “ Lafazh yang diriwayatkan oleh Abu Dawud menafsirkan dan menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan sabdanya:’Barngasiapa yang melaksanakan shalat Shubuh secara berjama’ah, maka ia seolah-olah menunaikan shalat sepanjang malam,’ yakni siapa yang melaksanakan shalat Shubuh dan ‘Isya’.’
Semua jalan periwayatan hadits menegaskan hal itu, dan masing-masing dari keduanya berkedudukan separuh malam, serta berkumpulnya keduanya berkedudukan satu amalam.” (Mukhtashar Sunan Abi Dawud I/293, lihat juga Faidhul Qadir, alManawi IV/165 dan Tuhfatul Ahwadzi, al Mubarakfuri I/191)

2. Malaikat menyertai orang yang mula-mula (paling awal) pergi ke masjid.
Imam Abu ‘Ashim dan Imam Abu Nu’aim meriwayatkan dari Maitsam radhiallahu ‘anhu, seorang sahabat Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam. Ia mengatakan, “Aku mendapat kabar bahwa satu Malaikat pergi dengan membawa panjinya bersama orang yang mula-mula (paling awal) pergi ke masjid. Malaikat tetap membawa panji itu bersamanya hingga ia pulang, lalu membawanya masuk ke rumahnya. Sedangkan syaitan membawa panjinya ke pasar bersama orang yang mula-mula (paling awal) pergi. Syaitan terus membawa panji itu bersamanya hingga dia pulang, lalu memasukkannya ke dalam rumahnya.” (Dinukil dari at Targhiib wat Tarhiib, Al Hafizh Ibnu Hajar mengatakan,”Sanad hadits ini mauquf shahih.”)

3. Shalat Shubuh berjama’ah dicatat dalam shalatnya kaum yang berbakti, dan orang-orang yang mengerjakannya dicatat sebagai utusan ar Rahmaan.
Diriwayatkan oleh Imam ath Thabani dari Abu Umamah radhiallahu ‘anhu dari Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, beliau bersabda:
Barangsiapa yang berwudhu’ kemudian pergi ke masjid, lalu shalat dua rakaat sebelum Shubuh kemudian duduk hingga (dilakuannya) shalat Shubuh, maka shalatnya pada hari itu dicatat sebagai shalaynya kaum yang berbakti dan ia dicatat sebagai utusan ar Rahmaan.” (HR. ath Thabrani, dan dihasankan oleh Syaikh al Albani)

4. Orang yang shalat Shubuh dengan berjama’ah berada dalam jaminan Allah
Imam ath Thabrani meriwayatkan dari Abu Bakrah radhiallahu ‘anhu, ia mengatakan bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
Siapa yang melaksanakan shalat Shubuh berjama’ah, maka ia berada dalam jaminan Allah. Barangsiapa yang membatalkan jaminan Allah, maka Allah menyungkurkan wajahnya di dalam Neraka.” (HR. ath Thabrani)
Betapa kuat dan mulianya jaminan ini! Jaminan Allah Yang Maha Esa, Mahakuasa, Mahaperkasa, Mahatinggi lagi Maha Menentukan. Ya Allah, jangan halangi kami untuk mendapatkannya
Al ‘Allamah ‘Abdurrahman al Mubarakfuri mengatakan dalam menjelaskan sabdanya Shalallahu ‘Alaihi Wassalam,” Maka ia berada dalam jaminan Allah,” yakni dalam jaminan dan keamanan-Nya di dunia dan akhirat.” (Tuhfatul Ahwaadzi I/192)

Sabda Beliau Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, “Barangsiapa yang membatalkan jaminan Allah, maka Allah menyungkurkan wajahnya di dalam neraka,” menurut para ulama memiliki dua makna: Pertama, yang dimaksud dengan “jaminan Allah” adalah shalat yang menyebabkan rasa aman. Artinya, jangan meninggalkan shalat Shubuh berjama’ah dan jangan meremehkannya, sehingga perjanjian yang terjalin antara kalian dengan Rabb kalian menjadi batal, lalu Allah menyungkurkan wajah kalian di dalam Neraka.
Kedua, siapa yang shalat Shubuh berjama’ah, maka ia berada dalam jaminan Allah. Oleh karena itu, janganlah kalian merintanginya dengan sesuatupun. Sebab, jika kalian merintanginya, maka Allah menyungkurkan wajah kalian di Neraka. (Lihat Faidhul Qadiir VI/164, AL ‘Allamah al Munawi)

5. Orang yang shalat Shubuh berjama’ah mendapatkan pahala haji dan umrah, jika ia duduk untuk berdzikir kepada Allah hingga matahari terbit, kemudian shalat dua raka’at.
Di antara hal yang juga menunjukkan keutamaan shalat Shubuh berjama’ah adalah apa yang dijelaskan oleh orang yang berkata-kata dengan wahyu, yaitu Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, bahwa barangsiapa yang melakukan tiga amalan, maka ia mendapatkan pahala haji dan umrah. Ketiga amal tersebut adalah:
a. Shalat Shubuh berjama’ah.
b. Duduk di masjid untuk berdzikir kepada Allah setelahnya hingga matahari terbit.
c. Melaksanakan shalat dua raka’at setelah matahari terbit.
Imam ath Thabrani meriwayatkan dari Abu Umamah radhiallahu ‘amhu, ia mengatakan bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
Barangsiapa melaksanakan shalat Shubuh berjama’ah, kemudian duduk untuk berdzikir kepada Allah hingga matahari terbit, kemudian berdiri untuk menunaikan shalat dua raka’at, maka ia mendapatkan pahala haji dan umrah.” (HR. ath Thabrani, Al Hafizh al Mundziri mengatakan,” Hadits ini diriwayatkan ole hath Thabrani dan sanadnya jayyid (bagus).”)

6. Malaikat malam dan Malaikat siang berkumpul pada waktu Shubuh dan Ashar serta mereka memohonkan ampun untuk orang-orang yang melaksanakan keduanya dengan berjama’ah.
Adapun tentang berkumpulnya mereka dalam shalat Shubuh, Imam al Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, ia mengatakan,”Aku mendengar Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
Shalat berjama’ah lebih utama 25 derajat daripada shalat yang engkau lakukan sendirian, serta Malaikat malam dan Malaikat siang berkumpul pada waktu shalat Shubuh.’”
Kemudian Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu mengatakan:
Jika kalian suka, bacalah ‘Sesungguhnya shalat Shubuh itu disaksikan (para Malaikat).” (HR. Bukhari)

Adapun mengenai berkumpulnya mereka pada waktu shalat Shubuh dan ‘Ashar, Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
Mereka datang rombongan demi rombongan di tengah kalian, yaitu Malaikat malam dan Malaikat siang. Mereka berkumpul pada waktu shalat Shubuh dan shalat ‘Ashar. Kemudian mereka yang bertugas pada malam hari di tengah kalian naik, lalu Rabb mereka bertanya kepada mereka, padahal Dia lebih mengetahui tentang mereka (hamba-hambaNya),’Bagaimana kalian meninggalkan hamba-hamba-Ku?’ Mereka menjawab, ‘Kami meninggalkan mereka dalam keadaan shalat dan kami mendatangi mereka juga dalam keadaan shalat.’” (HR. Muslim)

Imam an Nawawi rahimahullah mengatakan, (ta’liq atas hadits ini), “Adapun berkumpulnya mereka pada shalat Shubuh dan ‘Ashar, maka ini termasuk belas kasih Allah terhadap hamba-hambaNya yang beriman dan kemurahan untuk mereka. Yaitu menjadikan berkumpulnya para Malaikat di sisi mereka dan berpisah dengan mereka pada waktu-waktu ibadah dan berkumpulnya mereka dalam ketaatan kepada Rabb mereka. Sehingga para Malaikat bersaksi untuk mereka dengan kebaikan yang mereka saksikan.” (Syarh an Nawawi V/133)
Adapun istighfar Malaikat bagi siapa yang melaksanakan shalat Shubuh dan ‘Ashar berjama’ah, disebutkan dalam riwayat Ibnu Khuzaimah: “Mereka mengatakan, 
Kami mendatangi mereka dalam keadaan shalat dan kami meninggalkan mereka juga dalam keadaan shalat; maka ampunilah mereka pada hari Pembalasan.’” (HR. Ibnu Khuzaimah, dan dishahihkan oleh Syiakh Albani)
Betapa bahagianya orang yang dimintakan ampunan oleh para Malaikat Allah Yang Maha Pemurah! Ya Allah, masukkanlah kami ke dalam golongan mereka. Aamiin, ya Rabbal ‘aalamiin.

Maraji’:
  • Kitab Syarhu Ad Durusi Al Muhimmati li ‘Ammati Al Ummati, penulis Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz .
·   Kitab (edisi Indonesia) Wajibnya Shalat Berjama’ah di Masjid bagi Laki-laki, penulis Syaikh DR. Fadhl Ilahi, cetakan Pustaka Ibnu Katsir.